Anyway by the way busway, kebanyakan teman-teman saya mengira bahwa saya berhenti merokok karena saya takut sama istri. Melalui forum ini saya katakan bahwa hal tersebut adalah SALAH. Saya berhenti merokok bukan karena takut istri (emang istriku yang imut itu debt collector apa). Dari blog yang lama baru ingat ternyata saya berhenti merokok beberapa bulan setelah menikah. Melalui forum ini pula saya mau menjelaskan atas dasar apa saya berhenti merokok (penting banget ya?)
Pertama, dimulai ketika masih kuliah saya punya 'teman dekat' yang anti rokok. Anti rokok banget, padahal waktu itu saya lagi getol-getolnya ngebul, maklum sebagai mahasiswa saya rawan stress (gaya). Tugas-tugas lumayan banyak dan hampir semua programming, yang membuat saya begadang di rumah teman (lho). Tanya punya tanya, ternyata ayah temen saya meninggal karena komplikasi macam-macam penyakit yang salah satunya karena beliau adalah perokok berat. Bahkan teman saya ini cerita bahwa ayahnya sempat impoten beberapa waktu sebelum ajalnya, tak heran bila kemudian teman saya menyatakan perang terhadap perokok. Dia tak segan menegur (lebih tepat berteriak) bila ada asap rokok beterbangan di sekelilingnya, hingga mengambil rokok dari tas dan mematahkannya di depan muka saya. Alih-alih bersimpati dengan ke-antiannya, saya cenderung melawan setiap perilakunya terhadap perokok. Atas nama man's pride saya menganggap bahwa tindakannya tidak menghargai orang lain. Intinya adalah saya tidak ingin anak saya menjadi paranoid terhadap rokok karena riwayat yang tidak baik pada orangtuanya. Saya juga tidak ingin di hari tua saya (kalau sempat) menjadi saat yang memilukan karena anak saya harus menjaga orang tua yang kurus, peyot, terbatuk-batuk dan terbaring di ranjang kemudian anak saya menasihati sembari ngomel "ayah sih pake ngrokok segala??", atau anak saya curhat ke temennya sambil nangis sesenggukan "ayahku sakit a,b,c,d segitunya masih bandel ngrokok, coba kalo ga, pan kita bisa jojing bareng di disko malem ini"
Kedua, seringkali dalam perjalanan ke kantor/rumah, di mal atau dekat sekolah, saya mendapati anak laki-laki (belum, mereka belum remaja, masih anak-anak) sedang berusaha membuat bahwa gaya merokok mereka kelihatan cool, nggaya dan keren, walau di mata saya perbuatan mereka tak lebih dari beginner yang baru belajar, megang aja masih kaku, asap dilempar kemana-mana, monyongnya mana tahan. Atau anak smu yang bergerombol di restoran cepat saji sambil klepas-klepus menyemburkan asap dari bibir-bibir kecilnya, sementara matanya jelalatan kemana-mana. Rasanya mau marah tapi gimana, wong saya dulu kurang lebih ya kayak gitu, mau mengingatkan takut dibilang "siapa elu", akhirnya saya cuma bisa mengelus dada (dada saya sendiri), saya bersyukur saya sudah berhenti merokok :D. Intinya adalah jika di kemudian hari anak lelaki saya kedapatan merokok, saya bisa tegas melarang tanpa harus adu argumen karena saya adalah perokok juga :D
Rasanya hampir semua perokok tahu risiko merokok adalah ini dan itu dan ini dan itu, entah berbanding lurus atau terbalik dengan manfaat yang bisa diterima, hal itu sangat disadari para perokok. Saya hanya berbagi alasan mengapa saya harus berhenti merokok, sekarang dan selamanya (kalau bolong sedikit mohon dimaklumi :D). Taqdir, ajal dan teman-temannya memang sudah digariskan, namun tak salah bila kita berusaha mencapai yang lebih baik dengan usaha-usaha yang realistis selain menyerah pada apa yang telah digariskan.
ps: kopdar sepertinya agenda yang harus dirutinkan mbok :D
Pertama, dimulai ketika masih kuliah saya punya 'teman dekat' yang anti rokok. Anti rokok banget, padahal waktu itu saya lagi getol-getolnya ngebul, maklum sebagai mahasiswa saya rawan stress (gaya). Tugas-tugas lumayan banyak dan hampir semua programming, yang membuat saya begadang di rumah teman (lho). Tanya punya tanya, ternyata ayah temen saya meninggal karena komplikasi macam-macam penyakit yang salah satunya karena beliau adalah perokok berat. Bahkan teman saya ini cerita bahwa ayahnya sempat impoten beberapa waktu sebelum ajalnya, tak heran bila kemudian teman saya menyatakan perang terhadap perokok. Dia tak segan menegur (lebih tepat berteriak) bila ada asap rokok beterbangan di sekelilingnya, hingga mengambil rokok dari tas dan mematahkannya di depan muka saya. Alih-alih bersimpati dengan ke-antiannya, saya cenderung melawan setiap perilakunya terhadap perokok. Atas nama man's pride saya menganggap bahwa tindakannya tidak menghargai orang lain. Intinya adalah saya tidak ingin anak saya menjadi paranoid terhadap rokok karena riwayat yang tidak baik pada orangtuanya. Saya juga tidak ingin di hari tua saya (kalau sempat) menjadi saat yang memilukan karena anak saya harus menjaga orang tua yang kurus, peyot, terbatuk-batuk dan terbaring di ranjang kemudian anak saya menasihati sembari ngomel "ayah sih pake ngrokok segala??", atau anak saya curhat ke temennya sambil nangis sesenggukan "ayahku sakit a,b,c,d segitunya masih bandel ngrokok, coba kalo ga, pan kita bisa jojing bareng di disko malem ini"
Kedua, seringkali dalam perjalanan ke kantor/rumah, di mal atau dekat sekolah, saya mendapati anak laki-laki (belum, mereka belum remaja, masih anak-anak) sedang berusaha membuat bahwa gaya merokok mereka kelihatan cool, nggaya dan keren, walau di mata saya perbuatan mereka tak lebih dari beginner yang baru belajar, megang aja masih kaku, asap dilempar kemana-mana, monyongnya mana tahan. Atau anak smu yang bergerombol di restoran cepat saji sambil klepas-klepus menyemburkan asap dari bibir-bibir kecilnya, sementara matanya jelalatan kemana-mana. Rasanya mau marah tapi gimana, wong saya dulu kurang lebih ya kayak gitu, mau mengingatkan takut dibilang "siapa elu", akhirnya saya cuma bisa mengelus dada (dada saya sendiri), saya bersyukur saya sudah berhenti merokok :D. Intinya adalah jika di kemudian hari anak lelaki saya kedapatan merokok, saya bisa tegas melarang tanpa harus adu argumen karena saya adalah perokok juga :D
Rasanya hampir semua perokok tahu risiko merokok adalah ini dan itu dan ini dan itu, entah berbanding lurus atau terbalik dengan manfaat yang bisa diterima, hal itu sangat disadari para perokok. Saya hanya berbagi alasan mengapa saya harus berhenti merokok, sekarang dan selamanya (kalau bolong sedikit mohon dimaklumi :D). Taqdir, ajal dan teman-temannya memang sudah digariskan, namun tak salah bila kita berusaha mencapai yang lebih baik dengan usaha-usaha yang realistis selain menyerah pada apa yang telah digariskan.
ps: kopdar sepertinya agenda yang harus dirutinkan mbok :D
12 komentar:
sayang sekali way, masak hanay karena kumpul2 terus ikut2an merokok. apakah ini hanya alasan pembenaran aja?
atau kau memang tak punya pendirian? whua whuawhua....
aku anti rokok. kemarin aku sempat gak bisa napas, makanya aku keluar sebentar.
adikku pindah kos, karena aku usir, gara-gara dia merokok!
to kw:
hahaha aku emang kadang suka sentimentil, sok-sok kebawa suasana, padahal emang dasar masih pengen :D
Aku dulu waktu sedang "mau" tidak merokok, temen-temen sampai setengah mati membujuk untuk merokok lagi tapi nggak mempan. Begitu pun ketika aku sedang mau merokok, setanpun nggak akan mampu mengajakku untuk berhenti. Hanya ajal kali yang bisa menghentikan.
Jadi, Sampeyan pingin kopdarannya dirutinkan supaya bisa merokok ya? :p
Lho...dari pada perokok pasif (pas kopdar) ya mending aktif, tho :D
to kang kombor:
hahahahha, sepertinya begitu kang
to hedi:
lha iya ya, sama-sama ngisi paru-paru pake asap, mending aktif ya?
merokok boleh berhenti ..tp dirokok? hmmmm..nanti dulu ..kekek..kekke..kekk.. *kabur*
hehe.. wis ta' duga way..
ga akan bertahan lama.. ;p
to oktav n indro:
eittsss, cuman 2 batang itu doank kok :(
iwaaaayy...saya kalah! saya merokok lagi, bener-bener merokok lagi dan bukan cuma icip-icip, dua hari terakhir ini. huaaaaa.....
pokokna djisamsoe bro! hahaha... kapan kita merokok bareng lagi :-P
to mbok:
yahhh mbokkk, pokoke simbok so drop dead beautiful deh kalo nikotinless :D
to epat:
yo ntar kalo ketemuan lagi yaa :D
Hmmm, Aku tahu siapa 'teman dekat' yang kamu ceritakan disini :D. Hope all is forgiven now :).
Ayo, jangan menyerah, kamu bisa berhenti! :)(Tiwi)
Posting Komentar