Kapan itu lihat di infotainment (halah hari gini nonton beginian), ada penyanyi dangdut terkenal bilang "gw mau suami gw orang yang sholeh bla bla bla" saya tak ingat lagi apa yang dikatakan seterusnya. Dan ketika kemudian sang suami tertangkap basah kpk menerima suap dari pengalihan fungsi hutan lindung di sumatra sana, tentu sang suami tak masuk kategori suami sholeh.
Apa sih kriteria calon pasangan yang ideal? tentunya berbeda-beda. Bagi saya dulu perempuan berambut panjang bisa berarti perempuan yang tekun, teliti dan rajin, terlihat dari rambutnya yang hitam panjang terawat, mangkanya saya bisa langsung kepincut dengan perempuan yang berambut hitam, panjang, terawat dan diikat. Tapi kok ada yang ga shalat? ya iyalah, wong agamanya bukan islam kenapa harus shalat. Akhirnya kriteria jodoh bergeser ke agama, saya mau calon jodoh saya harus berjilbab, kan syarat minimal muslimah adalah berjilbab, kalau sudah berjilbab semestinya yang 'lain-lain' sudah dilaksanakan. Suatu ketika ketemu perempuan berjilbab tapi bajunya ketat disana-sini, 'menuh-menuhin bungkusnya' kata temen saya, lain waktu ketemu cerita bahwa keponakannya temennya sodara tante dari ibu tetangga temen saya *halah* hamdun alias hamil duluan padahal si anak ini berjilbab, alim dan ga pecicilan. Wah sepertinya saya harus merumuskan kembali kriteria calon jodoh saya *garuk-garuk meski ga gatel*
Semakin bertemu banyak orang semakin banyak pula tipe-tipe orang yang saya kenali, dan semakin pusing mencari-cari seperti apa sosok yang saya idam-idamkan untuk menjadi pendamping di segala waktu, tempat bertukar cerita, berbagi kesenangan dan kesedihan dan tentu saja bersama-sama meneruskan garis keturunan yang sama-sama kami miliki. Sepertinya semakin hari semakin tinggi kriteria yang saya tetapkan dan semakin bingung pula mencari dimana ada orang yang mempunyai semua kriteria itu. Saya merasa tak ada yang salah dengan penetapan kriteria, boleh dong kita mencari yang terbaik dari yang terbaik dengan asalkan diimbangi usaha keras dan halal tentunya (ini mau nyari apa sih).
Sampai suatu saat saya mendapat wangsit. Apa yang membedakan beras kualitas A, AA dan AAA? mungkin karena bentuk bijinya, warna, besar, dan rasa setelah dimasak. Dan yang sangat bisa dilihat adalah harganya. Beras AAA tentu lebih mahal dibanding beras A. Orang dengan kemampuan untuk membeli berasa kualitas A mungkin bisa membeli beras AA atau AAA namun dalam jumlah yang kurang bahkan tidak cukup untuk kebutuhannya, demikian pula orang dengan kemampuan membeli beras AA mungkin bisa membeli beras kualitas AAA dalam jumlah yang kurang namun bisa membeli beras A dalam jumlah yang berlebih dari sekedar kebutuhannya. Lalu maksudnya? saya yang hanya mampu 'membeli' jodoh kualitas A rasanya berlebihan kalau tak mau dibilang mimpi jika ingin 'membeli' jodoh dengan kualitas AAA. Semestinya saya harus berpikir ulang jika ingin mendapatkan jodoh sesuai dengan kriteria-kriteria yang saya inginkan karena ternyata kriteria-kriteria itu melebihi apa yang ada pada diri saya. Tak adil rasanya bila muka pas-pasan ini mengharapkan gadis cantik jelita nan rupawan, bagi saya mungkin anugrah tapi baginya seperti sudah jatuh tertimpa bajaj
Pasangan kita adalah belahan jiwa kita, dan pengertian belahan jiwa menurut saya seperti bayangan kita di cermin. Meski dalam beberapa hal berbeda, sejatinya adalah satu kesatuan, satu keyakinan dan satu keinginan dalam gerak dan langkah. Mengapa pasangan kita suka misalnya bangun siang, mestinya kita tanya ke diri kita sebelum memvonis bahwa dia pemalas, mungkin ada dalam diri kita hal-hal yang membuatnya berlaku demikian.
Cermin itu bisa menjadi semacam pengawas bagi diri kita dalam berfikir dan bertindak. Sebelum berfikir untuk bermain 'api' sebaiknya kita lihat cermin diri, karena yang punya pemikiran demikian tak hanya kita. Ingat bahwa bayangan di cermin akan melakukan seperti yang kita lakukan. Tentu tak berlaku bagi sesiapa yang act first think later