Kemarin sore potong rambut di tempat biasa dekat rumah. Waktu mulai tahap bersih-bersih alias cukur cambang dan sekitarnya menggunakan silet besar ala tukang cukur mafia yang di film-film, kepikiran tentang si tukang cukur dan peralatannya.
Siapa saja orang-orang yang pernah menggunakan jasanya? ada yang punya penyakit menular lewat kontak kulit/darah/keringat ? mengingat peralatan yang digunakan langsung menyentuh kulit kita. Ada tidak proses sterilisasi peralatan dan lingkungan tempat kita bercukur sebelum dan sesudah digunakan. Abang tukang cukur ini sudah bersertifikat belum? dalam artian kompetensinya dalam hal cukur mencukur sudah diakui oleh pihak-pihak yang berkompeten dalam bidangnya dan berpengalaman tentunya.
Lain waktu makan di warung tenda. Setelah makanan di piring licin tandas berpindah tempat baru kepikiran. Ini tadi yang dimakan beneran ayam apa ayam-ayaman, jangan-jangan ayam tiren (mati kemaren) atau ayam suntikan hormon ini itu. Proses memasaknya bagaimana? keringat dan air liur sang chef ikut masuk atau tidak menjadi salah satu bahan masakan? alat-alat yang digunakan bersih tidak? air yang digunakan untuk memasak masuk kategori layak atau tidak untuk diminum. Sudahkan abang tukang warung ini bersertifikat dan diakui kompetensinya dalam menyelenggarakan bisnis makan dan minum di tempat ini? adakah pengakuan secara tertulis dari pihak-pihak yang berwenang?
halah mas mas, wong cukur cuman 10 ribu aja nanya yang tidak-tidak, lha makan ga sampai 20 ribu aja mintanya macem-macem hehehehe :D
Terlepas dari biaya yang dikeluarkan (yang seharusnya) berbanding lurus dengan pelayanan dan hasil yang didapatkan, sertifikasi merupakan kepercayaan yang bisa kita dapatkan dari orang yang bahkan kita belum kenal. Karena sertifikat hanya dikeluarkan oleh pihak-pihak yang mempunya kompetensi dan kewenangan dalam bidangnya, tentu saja selama semua pihak yang saling berkepentingan tidak melakukan fraud.
Sertifikat tidak akan diperlukan selama semua pihak bisa saling mempercayai dengan tulus dan tanpa tendensi atau prasangka.
Karenanya harga kepercayaan sangatlah mahal
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
14 komentar:
pasti udah punya sertifikat CISA (Cukur institute So Awesome!)
kadang emang kepikiran sih, cuma mikir positif ajalah...
blog ini ada sertipikatnya ga
halah, mikirnya kejauhan, qiqiqiqi....
kok kayaknya hidup jadi ndak tenang ya.....
hmm.. yg abis trening ISO.. iso opo pak? iso benerke server devel ga? hehe..;p
eh, tapi kadang kepikiran juga loh....
tapi kalo gitu terus kapan cukur-e, mo makan dimana?
makanya aku pilih bawa nasi sendiri, bukan berarti pelit loh hehehe.... :D
iya, bener juga. waktu aku sakit hampir sebulan kemaren, kata dokter gara2 aku suka makan di sembarang tempat. padahal nggak juga. wong kalo tempatnya 'suker' sedikit aku pasti ga mau. selalu pilih yang tempatnya representatif.
kata pak dokter sih suruh bawa bekal sendiri. yah pak... gak kenal diriku sih :P
to koko:
kayak merek kunci?
to hedi:
lha iya, kita tuh super percaya sama orang :D
to anang:
jelas tidak hehehehhe
to venus:
habis ga ada yang dipikir :D
to mbak endang:
ahhh, mbake ini suka begitu, santai aja lahh
to ndro:
masih training ndroo, sesuk tak benakke yen wis rampung
to evi:
ya buat meningkatkan kewaspadaan :)
to la:
tipes tuh katanya penyakit anak kos, trus kalo udah sekali kena ga bisa ilang ya??
para petani di tempat nenek saya, saat makan siang mereka cuek aja cuma mengibas-ngibaskan tangannya sebelum makan. padahal sebelumnya dipake bwat nebar pupuk diladangnya. tapi mereka tetep sehat-sehat aja tuh bro.
Suami saya suka bawa handuk kecil sendiri....tapi betul juga peralatannya ga disterilisasi.
Saya dulu ke salon suka manicure pedicure, jadi kawatir gara-gara siapa tahu ada yang sakit lever atau apa, kan bisa menular.....
Makanannya memang cuma 20 rebu. Masuk rumah sakitnya jutaan rupiah hahahahaha
to epat:
lha iya, kepercayaan itu yang terpenting
bu enny:
ah ibu kepikiran juga rupanya :D
mbak dev:
blum sampe situ sih mbak mikirnya
weh, sertifikasi? siap-siap mundak pangkat ya...
Posting Komentar