
Hadir dalam
pertemuan komunitas yang penuh asap, membuat saya merasa aneh. Saya sudah bertekat untuk berhenti merokok setahun yang lalu, meski sempat 2 kali menemani beberapa teman untuk mengisi bermain-main dengan bara api pada jarak kurang dari 10 cm di depan bibir (bilang aja ngrokok! susah amat). Aneh karena sebenarnya ada rasa ingin bertukar asap dengan beliau-beliau ini, namun saya terikat dengan komitmen saya, namun sepertinya harus ada jalan keluar. Saya ijin ke
mbok untuk shalat maghrib di belakang ci-tos (padahal sudah menjelang isya :D ). Setelah maghrib kok saya jadi belok ke supermarket ya (disitu ada yang jual rokok), ah alesan, bilang saja kepengen!. Saya beli dji sam soe premium, karena sempat lihat tempat rokok
epat isinya rokok dibungkus kertas emas, niatnya mau minta aja sama epat, tapi kok tinggal 2 atau 3?, wah bisa jadi bahan nih (hahahaha sorry pat). Dan terjadilah semuanya, saya merokok 2 !! dan ternyata masih enak saja ya barang yang satu itu :D . Ngomong-omong
simbok gimana?? bobol juga ga ya? (ehmmm enaknya diomongin ga ya?)
Anyway by the way busway, kebanyakan teman-teman saya mengira bahwa saya berhenti merokok karena saya takut sama istri. Melalui forum ini saya katakan bahwa hal tersebut adalah
SALAH. Saya berhenti merokok bukan karena takut istri (emang istriku yang imut itu debt collector apa). Dari
blog yang lama baru ingat ternyata
saya berhenti merokok beberapa bulan setelah menikah. Melalui forum ini pula saya mau menjelaskan atas dasar apa saya berhenti merokok (penting banget ya?)
Pertama, dimulai ketika masih kuliah saya punya 'teman dekat' yang anti rokok. Anti rokok banget, padahal waktu itu saya lagi getol-getolnya ngebul, maklum sebagai mahasiswa saya rawan stress (gaya). Tugas-tugas lumayan banyak dan hampir semua programming, yang membuat saya begadang di rumah teman (lho). Tanya punya tanya, ternyata ayah temen saya meninggal karena komplikasi macam-macam penyakit yang salah satunya karena beliau adalah perokok berat. Bahkan teman saya ini cerita bahwa ayahnya sempat impoten beberapa waktu sebelum ajalnya, tak heran bila kemudian teman saya menyatakan perang terhadap perokok. Dia tak segan menegur (lebih tepat berteriak) bila ada asap rokok beterbangan di sekelilingnya, hingga mengambil rokok dari tas dan mematahkannya di depan muka saya. Alih-alih bersimpati dengan ke-antiannya, saya cenderung melawan setiap perilakunya terhadap perokok. Atas nama man's pride saya menganggap bahwa tindakannya tidak menghargai orang lain. Intinya adalah saya tidak ingin anak saya menjadi paranoid terhadap rokok karena riwayat yang tidak baik pada orangtuanya. Saya juga tidak ingin di hari tua saya (kalau sempat) menjadi saat yang memilukan karena anak saya harus menjaga orang tua yang kurus, peyot, terbatuk-batuk dan terbaring di ranjang kemudian anak saya menasihati sembari ngomel "ayah sih pake ngrokok segala??", atau anak saya curhat ke temennya sambil nangis sesenggukan "ayahku sakit a,b,c,d segitunya masih bandel ngrokok, coba kalo ga, pan kita bisa jojing bareng di disko malem ini"
Kedua, seringkali dalam perjalanan ke kantor/rumah, di mal atau dekat sekolah, saya mendapati anak laki-laki (belum, mereka belum remaja, masih anak-anak) sedang berusaha membuat bahwa gaya merokok mereka kelihatan cool, nggaya dan keren, walau di mata saya perbuatan mereka tak lebih dari beginner yang baru belajar, megang aja masih kaku, asap dilempar kemana-mana, monyongnya mana tahan. Atau anak smu yang bergerombol di restoran cepat saji sambil klepas-klepus menyemburkan asap dari bibir-bibir kecilnya, sementara matanya jelalatan kemana-mana. Rasanya mau marah tapi gimana, wong saya dulu kurang lebih ya kayak gitu, mau mengingatkan takut dibilang "siapa elu", akhirnya saya cuma bisa mengelus dada (dada saya sendiri), saya bersyukur saya sudah berhenti merokok :D. Intinya adalah jika di kemudian hari anak lelaki saya kedapatan merokok, saya bisa tegas melarang tanpa harus adu argumen karena saya adalah perokok juga :D
Rasanya hampir semua perokok tahu risiko merokok adalah ini dan itu dan ini dan itu, entah berbanding lurus atau terbalik dengan manfaat yang bisa diterima, hal itu sangat disadari para perokok. Saya hanya berbagi alasan mengapa saya harus berhenti merokok, sekarang dan selamanya (kalau bolong sedikit mohon dimaklumi :D). Taqdir, ajal dan teman-temannya memang sudah digariskan, namun tak salah bila kita berusaha mencapai yang lebih baik dengan usaha-usaha yang realistis selain menyerah pada apa yang telah digariskan.
ps: kopdar sepertinya agenda yang harus dirutinkan mbok :D